Selasa, 27 Oktober 2009

NASEHAT

NASEHAT LUQMAN AL HAKIM KEPADA PUTRANYA
Segala puji bagi Allah SWT, sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, shahabat, keluarga serta orang-orang yang masih berittiba’ (mengikuti) kepada beliau sampai hari kiamat.
Al Qur’an adalah sumber hukum dan ilmu pengetahuan yang tak pernah kering untuk ditimba, penuh dengan pelajaran, di dalamnya terdapat hikmah dan teladan. Salah satu isi pokok dari Al Qur’an adalah kisah perjalanan kehidupan para nabi dan rasul serta orang-orang saleh dari umat-umat sebelum nabi Muhammad SAW. Hikmah diceritakannya sirah manusia-manusia pilihan itu tidak lain karena besarnya manfaat dari keteladanan iman, sifat dan akhlaq mereka. Maka disini akan saya angkat sebuah kisah Luqman Al Hakim yang penuh dengan hikmah bagi kita semua.
.
1. Tidak menyekutukan Allah.
Sebesar-besar kedzaliman dan kemungkaran adalah menyekutukan Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.(Q.S. Luqman:13)
Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, kecuali ia bertobat dan meninggalkan perbuatannya. Sesungguhnya hanya Allah sajalah yang berhak untuk
disembah (Allahu mustahiqqul ‘ibaadah). Dia lah yang berhaq di mintai pertolongan. Hanya kepada-Nyalah segala urusan diserahkan, takut (khouf), berharap (raja’) hanya layak ditujukan kepada Allah swt, bukan kepada yang lainnya

2. Berbuat baik kepada kedua orang tua.
Firman Allah SWT.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”( QS.Luqman: 14)
Di dalam riwayat Bukhari, Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat:
“Amalan apakah yang dicintai oleh Allah ?Beliau menjawab: Shalat pada waktunya, ia bertanya lagi: Kemudian Apa ?, Beliau menjawab: berbuat baik kepada orang tua, .Ia bertanya lagi: kemudian apa?, Belau menjawab: Jihad di jalan Allah” (shahih Bukhari V/2227, hadits No.5625)

3. Ketaatan kepada kedua orang tua harus dilandasi oleh ketaatan kepada Allah; karena tidak boleh taat kepada keduanya dalam rangka berbuat maksiat kepada Allah, lebih-lebih menyekutukan Allah ( syirik ). Allah berfirman

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”(QS. Luqman: 14).

4. Mengikuti jalan orang-orang yang kembali kepada Allah SWT
Firman Allah SWT
Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(QS. Luqman: 15)
Disini Luqman memberikan sebuah nasehat kepada anaknya agar ia mengikuti jejak orang-orang yang kembali kepada Allah SWT yaitu para nabi dan rasul serta orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, yang selalu bertaubat kepada Allah SWT, yang telah diberi Allah SWT hidayah, yaitu tetap dalam agama yang hanif yakni Islam.

5. Allah akan membalas semua perbuatan manusia.
Firman Allah swt :
(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.(Q.S: 16)

“Maka Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. (QS. Al Zalzalah: 7-8).

6. Menegakkan sholat.
Shalat adalah tiang agama, sehingga ia tidak akan tegak tanpa shalat. Maka sebagai seorang yang beriman kita diwajibkan menegakkannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Luqman ayat 17 yang berbunyi :
“Hai anakku, dirikanlah shalat …”
Shalat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah SWT.
…”Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabuut: 45)

7. Amar Ma’ruf nahi Munkar.
Ada dua komponen penting dalam Islam yang memberikan sebuah dorongan yang kuat kepada setiap muslim untuk mendakwahkan agama yang dianutnya, yaitu Amar ma’ruf nahi mungkar (memerintahkan berbuat kebajikan dan mencegah yang mungkar). Perintah untuk beramar ma’ruf nahi mungkar sangat banyak di dalam Al Qur’an seperti :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.(QS. Ali Imran:104).

8. Bersabar terhadap apa yang menimpa kita.
Sesungguhnya segala cobaan yang menimpa seorang muslim itu adalah merupakan sesuatu yang mesti terjadi karena itulah bentuk ujian (ikhtibar) dari Allah SWT, apakah ia sabar atau tidak ?, firman Allah SWT.
“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Luqman:17)

9. Tidak Menyombongkan diri
Sifat takabur atau merasa besar dihadapan manusia adalah sifat yang dibenci oleh Allah SWT.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

10. Bersikap pertengahan dalam segala hal dan berakhlaq yang baik
Islam tidak menghendaki sikap Ghuluw (berlebih-lebihan) juga tidak menginginkan untuk bersikap tahawun (meremehkan) dalam segala hal termasuk juga dalam perkara-perkara yang menurut penilaian sebagian orang dianggap kecil seperti sikap berjalan, berbicara dsb. Allah SWT mengatur itu semua sebagaimana firmanNya:
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Manusia akan mempunyai nilai jika menampakkan akhlaq yang baik, karena tujun diutusnya Rasulullah SAW selain untuk menyeru kepada Allah ( Ad-dakwah ilallah) adalah untuk menyempurnakan Akhlaq dan budi pekerti.

Kamis, 18 Juni 2009

AQIDAH

IMAN
Iman dasar Aqidah “ Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu dua pusaka,jika kamu berpegang teguh pada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat untuk selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Hadis Rasulullah Saw”. (HR. Al Hakim). Mengacu pada hadis Rasul Saw di atas sebagai umat Islam sudah menjadi suatu kewajiban menyakini
seyakin-yakinnya bahwa yang menciptakan / menjadikan baik dan buruk, anuqrah dan bencana, yang mengatur riski, langkah, pertemuan dan maut, sampai pada penciptaan jagat raya ini plus pengaturanya tiada lain adalah sang khalik, Allah Swt. Dialah zat yang maha pencipta dan maha kuasa atas segala sesuatu yang ada di jagat raya ini. Keyakinan itulah yang di sebut dalam Islam sebagai iman yang berujung pada ketaqwaan serta Al Quran & Sunah Saw sebagai pedomanya.

Menurut pengertian bahasa iman adalah percaya atau membenarkan,sedangkan menurut ilmu tauhid iman berarti membenarkan atau meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan yang terpenting adalah mengamalkanya / meimplementasikanya dalam bentuk / wujud perbuatan selain menjalani kehidupan di atas dunia ini. Tidak bisa di pungkiri lagi bahwa hal seperti yang di sebutkan di ataslah yang merupakan pokok dasar dari seluruh rangkaian akidah Islam dengan menyempurnakan keimanan pada-Nya.

Seperti yang telah di firmankan Allah dalam Qs Al Anfal-2-4 yang artinya. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila di sebut nama Allah gemetarlah hati mereka,dan apabila di bacakan pada mereka ayat-ayat-Nya,bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada tuhanlah mereka bertawakal.Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian riski yang kami berikan pada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya,mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi tuhan-Nya dan ampunan serta riski (ni’mat) yang mulia”.

Dari uraian ayat Al Quran di atas mengambarkan bahwa Islam itu memandang iman dan takwa sebagai martabat yang paling mulia di sisi Allah Swt. Jelas sangat percuma sekali kalau hanya sekedar percaya atau sekedar mempercayai Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya maupun para Rasul-Rasul-Nya jika mengesampingkan / tidak mengimani kesaan Allah Swt sebagai khalik yang harus di sembah menurut aturan Syariat dan Hadis Rasul Saw. Keyakinan terhadap sang pencipta itu sebenarnya tidak saja di ajarkan oleh agama Islam khususnya, tetapi ilmu pengetahuanpun telah mengakui akan keagungan dan keberadaa-Nya itu. Seperti yang pernah di kemukakan oleh seorang filosof Yunani Xenophanes (580-470 SM),dia mengatakan tuhan yang maha esa itu di jadikan tidak bergerak, berubah-rubah dan Dia adalah penguasa tunggal alam semesta ini.

Hal ini dapat kita lihat dalan Qs Al An’am-73 “ Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu dia mengatakan ”Jadilah lalu terjadilah” dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang nampak. Dan Dialah yang maha bijaksana lagi maha mengetahui”. Inti ajaran Islam pada dasarnya adalah mengajarkan pada setiap pemeluknya agar selalu hidup dalam kebahagiaan baik di dunia yang fana ini maupun di akhirat yang kekal dan abadi, yang salah satu cara untuk mendapatkanya adalah dengan memelihara dan memupuk rasa keimanan sebagai dasar/pondasi akidah Islam.

Al Quran memberikan petunjuk yang lengkap untuk meraih kebahagiaan yang di janjikan-Nya itu,tentu dengan mempelajarinya secara serius dan harus benar-benar di pelajari (kaffah), di pahami sampai mengerti,agar orang-orang yang berfikir mendapat pelajaran di sisi Al Quran tersebut. Sebagai mana yang telah di firmankan Allah dalam Qs Shaad- 29 “ Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu yang penuh dengan keberkahan,supaya kamu memperhatikan ayat-ayat-Nya, dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat pelajaran”. Begitu juga ajaran Islam ini bagaimanapun situasi dan kondisi zaman, dalam keadaan susah maupun senang harus di amalkan dengan tepat dan benar penuh kesabaran di setiap lini dan sisi kehidupan ini (lihat Qs Al Ahzab-36).

Sikap orang mukmin / mukminat yang di landasi dengan keimanan yang mantap seharusnya selalu berkata / berprinsip, kami taat pada hukum-hukum Allah yang tercantum dalam Al Quran, dan akan selalu mentaati tuntutan Rasulullah Saw berat maupun ringan. Sebab tidak ada hukum Allah maupun Hadis Saw yang merugikan dan yang di rugikan. Kita harus menanamkan keyakinan yang teguh bahwa ayat-ayat Allah benar-benar membawa keselamatan dan kebahagiaan yang besar untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Berfirman Allah “ Sesungguhnya perkataan (jawaban) orang-orang yang beriman di kala mereka di panggil oleh Allah dan Rasul-Nya agar menghukum (mengadili) di antara mereka,mereka hanyalah berkata “kami mendengar dan kami mentaati dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Allah juga mengatakan bahwa Islam adalah agama yang telah di pilihnya dan di ridhoinya sebagaimana yang telah tertulis dalam Hadis Qudsi yang artinya “ Ini (agama Islam) adalah agama yang telah Ku ridhoi untuk diriku sendiri dan tidak akan dapat di manifestasikan kecuali dalam perbuatan murah hati dan akhlak yang baik. Karena itu jadikanlah mulia dengan sifat itu selama kalian menganutnya. ( Hadis Qudsi Riwayat Sumawaih dan Ibnu Adi ).

Setiap orang Islam yang mengaku beriman dan bertaqwa tidak akan melepaskan dirinya dari Allah, ia akan selalu bertawakal (berserah diri) setelah melakukan usaha yang relefansinya dengan berbagai macam nilai kebaikan. “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang menyerahkan diri hanya pada Allah,sedang dia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus”. ( Qs An Nisa-125).

Ajaran Islam tidak akan berarti apa-apa jikalau kurang mendapatkan tempat yang khusus dalam setiap pribadi muslim/muslimah, dengan artian ajaran Islam itu harus dihayati dan dipahami oleh para pemeluknya dalam segala sisi kehidupan dengan berkarakterkan tauhid serta menanamkan satu harapan yaitu keridhoan Allah Swt.

Nah pengamalan ajaran seperti inilah yang akan bisa mengantarkan manusia itu menjadi orang yang benar-benar beriman dan bertaqwa,yaitu suatu sebutan yang paling mulia di sisi Allah Swt. Dengan kata lain,iman dan taqwa sebagai dasar akidah sebagai kunci kesuksesan hidup dunia dan akhirat. Dalam sikap ini terkandung gaya hidup yang islami, patuh,ikhlas. tawadhu’, ulet dalam berusaha, sabar dsb. Dan jelas akan selalu mengutamakan hak Allah dari pada segala-galanya. Wallohu A'lam

Rabu, 08 April 2009

DISKUSI

Ini sebuah kisah anonymous tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.

Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.

Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?" Temannya sambil tersenyum menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin."

Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibanding diterapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan 'hanya' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita.

Karena itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu.

Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan.

Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.

Namun demikian, Saudara-saudaraku, salah seorang guru saya selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami."

Bukankah Rasulullah pernah berkata, "Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu".

Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau memaafkan.

Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada. Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu. Tolong, sekali pun jangan. Tolong, maafkan.

Selasa, 31 Maret 2009

PENDIDIKAN

Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?

Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ’sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak.
“Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak dulu. Anak dulu kan takut dan segan sama orangtua dan guru. Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur. Ada saja alasan mereka!”
Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya. Yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Sudah biasa para ibu ngomel-ngomel, bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera shalat. Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas membingungkan anak.
Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya; tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman dulu.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu: Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran Islam. Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita. Dalam hal shalat, misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya kalau kamu nggak shalat dosa. Ibu nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas shalat!”
Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk menalar mengapa dia harus shalat. Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang lainnya juga melakukan shalat.
Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli Anda—karena Anda hanya pintar mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh.
Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.

Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).

Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul siapa Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan sering bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, orangtua mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Dengan begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya, Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah. Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai Allah.
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk mengajarkan itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pamrih duniawi.

Kerjasama Bapak dan Ibu
Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela.
Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama yang kompak antara bapak dan ibu. Jika bapak dan ibu masing-masing mempunyai target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung, bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak shalat. Bapaknya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan, “Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk, nih…”

Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak juga membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.
Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.
Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadikan si anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan dengan Islam.
Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok pribadi anak. Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di lakukan. Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya Allah.

Taujih

Sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan semua urusannya lancar, hatinya kaya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah mengacaukan semua urusannya, menjadikannya miskin dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad shahih

Barangsiapa akhirat menjadi kesibukan utamanya dan obsesinya, maka setiap hari ia ingat perjalanan hidupnya kelak, apa pun yang ia lihat di dunia pasti ia hubungkan dengan akhirat, dan akhirat selalu ia sebut di setiap pembahasannya. Ia tidak bahagia kecuali karena akhirat, tidak sedih kecuali karena akhirat. Tidak ridha kecuali karena akhirat. Tidak marah kecuali krn akhirat. Tidak bergerak, kecuali karena akhirat. Dan tidak berusaha kecuali krn akhirat.

Siapa saja yang bisa seperti itu, ia diberi tiga kenikmatan oleh Allah Ta’ala. Nikmat yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya. Yaitu orang-orang yang menyiapkan jiwa mereka hanya untuk ALLAH Ta’ala dan tdk ada selain DIA yang masuk ke hati mereka, baik itu berhala-berhala dunia, atau perhiasan, atau pesonanya.

Nikmat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Seluruh urusan lancar

Allah SWT memberinya ketentraman dan kedamaian, mengumpulkan semua idenya, meminimalkan sifat lupanya, mengharmoniskan keluarganya, menambah jalinan kasih sayang antara dirinya dan pasangannya, merukunkan anak-anaknya, mendekatkan anak2 padanya, menyatukan sanak kerabat, menjauhkan konflik dari mereka, mengumpulkan hartanya, ia tidak pusing memikirkan bisnisnya yg tdk begitu baik, tidak bertindak spt orang bodoh, membuat hati manusia terarah padanya, siapapun mencintainya dan melancarkan urusan-urusan yang lain.

2. Kaya hati

Nikmat yang paling agung adalah kaya hati, sebab Rasulullah SAW bersabda dalam hadits shahih, yg artinya; “ Kekayaan hakiki bukan berarti harta melimpah. Tapi, kekayaan ialah kekayaan hati” (HR. Muslim)

Imam Al Manawi berkata; maksudnya, kekayaan terpuji itu bukan banyak harta dan perabotan. Sebab banyak sekali orang dibuat kaya oleh Allah, namun kekayaannya yg banyak itu tidak bermanfaat baginya dan ia berambisi menambah kekayaannya, tanpa peduli dari mana sumbernya.

Ia seperti orang miskin, karena begitu kuat ambisinya. Orang ambisius itu miskin selama-lamanya. Tapi, kekayaan terpuji dan ideal menurut orang-orang sempurna adalah kekayaan hati.
Di riwayat lain disebutkan kekayaan jiwa. Maksudnya, org yang punya kekayaan jiwa merasa tidak membutuhkan jatah rizkinya, menerimanya dengan lapang dada, dan ridha dengannya, tanpa memburu dan memintanya dengan menekan.

Barangsiapa dijaga jiwanya dari kerakusan, maka jiwanya tentram, agung, mendapatkan kebersihan, kemuliaan, dan pujian. Itu semua jauh lebih banyak ketimbang kekayaan yang diterima orang yg miskin hati. Kekayaan membuat org yg miskin hati terpuruk dalam hal-hal hina dan perbuatan-perbuatan murahan, karena kecilnya obsesi yang ia miliki. Akibatnya, ia menjadi org kerdil di mata orang, hina di jiwa mereka, dan menjadi orang paling hina.

Jika seseorang punya harta yang berlimpah, namun ia tidak qana’ah (merasa cukup) dengan rizki yang diberikan Allah SWT kpdnya, maka ia hidup terengah-engah spt binatang buas dan menjadikan hartanya sbg tuhan baru. Sungguh, ia orang miskin sejati, krn org miskin ialah orang yg selalu tidak punya harta dan senantiasa merasa membutuhkannya.

Dikisahkan, seseorang berkata kepada orang zuhud, Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “saya ingin anda menerima jubah ini dariku.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau Anda kaya, saya mau menerima hadiah ini. Jika anda miskin, saya tdk mau menerimanya.” Orang itu berkata,”saya org kaya.”

Ibrahim bin Adham berkata,”Anda punya jubah berapa?” Orang itu menjawab,”Dua ribu jubah.” Ibrahim bin Adham berkata,”Apakah Anda ingin punya empat ribu jubah?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau begitu anda miskin (karena masih butuh jubah lebih banyak lagi). Saya tidak mau menerima hadiah jubah ini darimu.”

3. Dunia datang kepadanya

Saat ia lari dari dunia, justru dunia mengejarnya dalam keadaan tunduk. Spt yg dikatan Ibnu Al-jauzi,” Dunia itu bayangan. Jika engkau berpaling dari bayangan, maka bayangan itu membuntutimu. Jika engkau memburu bayangan, maka bayangan menghindar darimu. Orang zuhud tidak menoleh kepada bayangan dan malah diikuti bayangan. Sedang org ambisius (rakus) tidak melihat bayangan setiapkali ia menoleh kepadanya.”

Sedang orang yang dunia menjadi obsesinya, ia hanya memikirkan dunia, bekerja karenanya, peduli kepadanya, tidak bahagia kecuali karenanya, tidak berteman dan memusuhi orang karenanya. Akibatnya, ia dihukum Allah dengan tiga hukuman;

1. Urusannya kacau
Allah SWT mengacaukan semua urusannya. Hatinya menjadi gundah tidak tenang, pikirannya kacau, jiwanya guncang dan kalut dalam hal yg sepele. Allah SWT mengacaukan hartanya, mengacaukan anak-anak dan pasangannya. Allah SWT membuat manusia antipati kepadanya. Tidak ada seorngpun yang mencintainya sebab Allah SWT menentukannya dibenci orang di bumi.

2. Selalu miskin
Hukuman ini membuatnya selalu tidak puas, padahal memiliki harta banyak. Ia senantiasa merasa miskin. Dan itu menjadikannya lari hingga terengah-engah di belakang harta.

3. Dunia lari darinya
Dunia selalu lari darinya. Ia memburu dunia tapi malah dijauhi dan ia berlari dibelakangnya, persis seperti orang yang mengira fatamorgana itu air. Ketika ia tiba di fatamorgana, ia tidak mendapatkan apa-apa.

Inilah yang membuat Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu berkata, “Obsesi dunia itu kegelapan di hati, sedang obsesi kepada akhirat itu cahaya di hati.”

Bagaimana karakteristik dari orang-orang yang terobsesi pada akhirat?
Kita bisa mengukur dengan membandingkannya pada diri kita.
Sebelumnya mengenai hal ini ada tiga kelompok orang dalam berobsesi thd akhirat:

1. Orang yang lebih sibuk dengan akhirat daripada dunia.
Mereka mebuat hidupnya didominasi oleh akhirat. Dunia hanya diletakkan digenggaman tangannya bukan di hatinya. è kelompok orang yang sukses

2. Orang yang lebih sibuk dengan dunia daripada dengan akhirat
Mereka begitu cinta dunia hingga dunia menguasainya dan membuatnya lupa total kepada akhirat dan mereka juga tidak tahu bahwa dunia itu jembatan menuju akhirat. è kelompok orang yang celaka

3. Orang yang sibuk dengan keduanya sekaligus.
Mereka tidak ingin masuk pada kelompok pertama atau kedua, namun ingin mendapatkan sebagian karakteristik kelompok pertama dan sebagian kelompok kedua. è kelompok orang yang dalam kondisi kritis.

Tentunya kita tidak ingin masuk ke dalam kelompok kedua dan ketiga, karenanya kita perlu mengetahui karakteristik kelompok pertama yaitu orang-orang yang sukses.
Karakteristik dari kelompok pertama antara lain:

1. Sedih karena akhirat
Sedih karena akhirat membuat orang punya perasaan takut Allah Ta’ala meng-hisab dirinya pd Hari Kiamat, lalu ia meng-hisab dirinya sebelum ia dihisab kelak di akhirat.

2. Selalu mengadakan Muhasabah (evaluasi diri)
Umar bin Khattab Ra berkata “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah menghadapi Hari Kiamat.”

3. Selalu beramal utk akhirat
Amal shalih bukan hanya shalat, puasa, membaca Al-qur’an dan dzikir, tapi amal shalih adalah apa saja yang dicintai Allah Ta’ala.

4. Trenyuh melihat pemandangan kematian
Seorang tabi’in Ibrahim An Nakhai berkata, “Jika kami datang ke rumah orang yang meninggal atau mendengar ada orang yang meninggal dunia, hal itu membekas pada kami hingga berhari-hari, karena kami tahu ada sesuatu (ajal) datang pada org tersebut, lalu membawanya ke surga atau neraka”

Itulah pengingat bagi kita semua, bahwa sesungguhnya kehidupan ini adalah sarana untuk kembali kepada Allah, sekolah yang raportnya nanti akan dibagikan di akhirat. Mari kita sama-sama mengevaluasi diri kita, selalu meluruskan niat kita hanya kepada Allah dan berdoa kepada memohon ketetapan iman di hati sampai pada hari penutup kita nanti.

“Yaa muqollibalquluub tsabbit qolbiy alaa diinika” Wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku tetap berada di atas agamamu.

Wallahu’alam

Rabu, 11 Maret 2009

UNTUKMU GURU

MULTIPLE INTELLGENCES
(KECERDASAN MAJEMUK)

Untukmu ustazd/ustazdah
SEMBILAN KECERDASAN DASAR

Kecerdasan Linguistik. Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun secara tulisan. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, sematik atau makna bahasa. Penggunaan bahasa ini antara lain mencakup retorika, manemonik/hafalan, eksplanasi, dan meta bahasa.

Kecerdasan Matematis-Logis. Kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran dengan benar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis antara lain : kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan dan pengujian hipotesa.

Kecerdasan Spasial. Kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misal sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentranformasikan persepsi dunia spasial-visual (misal dekorator, interior, arsitek, seniman atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada garis, warna, bentuk, ruang, dan hubungan antar unsur tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matrik spasial.

Kecerdasan Kinestetis-Jasmani. Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan ketrampilan mengunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini melipuati kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsang dan hak yang berkaitan dengan sentuhan.

Kecerdasan Musikal. Kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal dengan cara mempersepsi, membedakan, mengubah dan mengekspresikan. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titinada atau melodi dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Orang dapat memiliki pemahaman musik figural, pemehaman formal atau keduanya.

Kecerdasan Interpersonal. Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tada interpersonal, dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan prakmatis tersebut (misal mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu)

Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini memliputi kemampuan memahami diri yang akurat. Kesadaran akan suasana hati , maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan serta kemampuan berdisiplin tinggi, memahami dan menghargai diri.

Kecerdasan Naturalis. Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies-flora dan faona-di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya dan bagi mereka yang dibesarkan di lingungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup.

Kecerdasan Relegi. Adalah kemampuan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan tuntunan yang berlaku. Serta menerapkan ajaran tersebut dalam perilaku keseharian anak.

Selasa, 10 Maret 2009

AKSI UNTUK SOLIDARITAS PALESTINA


Aksi digelar ratusan siswa SD Islam Terpadu Ihsanul Fikri di Kota Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (10/1). Para siswa yang berasal dari kelas IV, V dan VI itu membagikan bunga kertas kepada warga sekitar sekolah mereka di Kampung Sanden dan Pajangan, Kecamatan Magelang Utara.

Setiap tangkai bunga dari kertas yang dibagikan kepada warga terdapat secarik kertas yang intinya pesan moral kepada masyarakat agar peduli terhadap nasib Bangsa Palestina.

Sejumlah guru mendampingi aksi damai yang berlangsung tertib dan lancar dengan pengawalan sejumlah aparat kepolisian. Mereka juga mengajak masyarakat menolak penggunaan berbagai produk berbau Yahudi. Sementara beberapa anak menggelar orasi di tepi Jalan Jeruk, Kampung Sanden, Magelang Utara.

"Aksi ini sebagai wujud protes atas agresi militer Israel terhadap Palestina yang mengakibatkan ratusan warga Palestina tewas," kata humas SDIT Ihsanul Fikri, Bangun Satoto.